
Aliza Muthmainnah: Belajar, Doa, dan Akhlak Sebagai Kunci Lolos SNBP
Hai teman-teman!
Siapa nih di antara kalian yang punya impian lolos SNBP di kampus favorit? Keren banget, lho, bisa tembus kampus impian lewat jalur prestasi yang satu ini!
Yuk, kita intip kisah dari Aliza Muthmainnah, santri kelas XII Sekolah Putri Darul Istiqamah (SPIDI), Maros, Sulawesi Selatan, yang berhasil lulus ke Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025. Siapa tahu bisa membawa inspirasi buat kalian.
Kami berkesempatan mewawancarai Aliza pada Senin, 28 April 2025, di salah satu gazebo sekolah.
Suasana cenderung lengang saat itu, sebab para santri berada dalam ruangan kelas untuk belajar. Jadi, kami dapat mengobrol dengan santai.
“Saya sedang mengerjakan tugas KTI, Ustadz. Karya Tulis Ilmiah sebagai tugas akhir yang wajib dikerjakan siswa kelas XII. Tugas ini bagian dari penilaian akhir sekolah,” jawab gadis penyuka cokelat ini ketika kami tanyakan kegiatannya..
—
Saat Semangat Belajar Aliza Hampir Padam
Jauh sebelum mengukir prestasi di jalur SNBP, Aliza menceritakan dirinya pernah terperosok ke fase tergelap dalam hidupnya sebagai pembelajar. Ia nyaris kehilangan arah. Tubuhnya hadir di kelas, tapi hatinya kosong, pikirannya melayang entah ke mana.
“Saya tamat SMP di SPIDI, lalu melanjutkan SMA di sebuah Islamic boarding school di Jawa Timur. Di sana, saya mengalami culture shock. Lingkungan pesantren yang berbeda, aturan ketat, teman-teman baru, semuanya membuat saya merasa tak nyaman dan terasing” kenangnya lirih.
Ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan.
“Saya hanya bertahan satu semester, lalu menyerah. Ayah memindahkan saya kembali ke SPIDI,” suaranya pelan.
“Tapi luka itu itu tak benar-benar sembuh. Semangat belajar saya surut drastis. Sampai tak berminat sekolah. Meski kembali ke lingkungan lama, trauma itu membuat saya kehilangan gairah dan motivasi,” tambah gadis penyuka mata pelajaran sosiologi ini.
Hal yang disyukurinya, guru, ummi asrama, dan teman-temanlah yang berperan besar dalam mengembalikan kepercayaan diri dan semangatnya. Suntikan motivasi, pelukan hangat saat sedih, hingga canda tawa yang tulus perlahan-lahan membalut lukanya.
Bersama mereka, ia kembali menemukan kenyamanan yang sempat hilang. Butuh satu semester untuk menyembuhkan luka itu. Dan di bangku kelas XI, barulah ia bisa pulih seutuhnya.
Aliza tak lupa menyampaikan rasa terima kasih mendalam kepada guru, ummi, dan teman-teman yang setia menemaninya melewati masa-masa sulit itu.
—
Cita-Cita Aliza dan Penolakan Sang Ibu
Lingkungan sekolah yang penuh dinamika, pertemanan dengan siswa dari berbagai latar belakang dan daerah, serta kompleksitas masalah yang ia amati di kampus pesantren perlahan membuka matanya. Ditambah kekaguman pada sosok psikolog pesantren, Ibu Nadrah. Hal itu menumbuhkan cita-cita baru dalam diri Aliza: menjadi seorang psikolog.
Ia bermimpi suatu hari nanti bisa menjadi bagian dari solusi. Ia ingin membantu orang-orang keluar dari persoalan hidup dengan cara yang positif.
Duduk di bangku kelas XII, cita-cita itu semakin kuat mencengkeram hatinya. Ia mulai banyak mempelajari hal-hal yang terkait dengan dunia psikologi dan berdiskusi dengan guru terkait cita-citanya.
Namun, di balik tekad itu, tersimpan drama. Ibunya menolak keras rencana Aliza dan bersikeras agar ia kuliah kedokteran. Bagi Aliza, ini bukan sekadar beda pendapat, tapi pertarungan antara harapan dan kenyataan. Ia tak ingin mengecewakan ibunya namun, hatinya terpaut pada psikologi. Ia tetap teguh pada pilihannya.
Situasi pun menemui jalan buntu. Tak ada titik temu. Hingga akhirnya, guru dan wali kelas turun tangan. Mereka bicara dari hati ke hati dengan ibunya, menjelaskan potensi dan kecintaan Aliza pada dunia psikologi. Butuh waktu dan kesabaran. Namun perlahan, hati sang ibu mulai luluh.
Dengan restu yang akhirnya diberikan, Aliza melangkah dengan penuh keyakinan. Ia mendaftar di Universitas Negeri Makassar, program studi Psikologi, melalui jalur SNBP. Dan alhamdulillah, hasilnya membahagiakan: ia dinyatakan lulus.
—
Tips-Tips Keren Aliza
Aliza berbagi kisah perjuangannya dalam menghadapi ujian SNBP. Menurutnya, usaha yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan teman-temannya: giat belajar selama setahun penuh, mengikuti bimbingan internal dan eksternal, serta tryout yang diselenggarakan sekolah.
Namun, karena merasa teman-temannya lebih unggul dalam prestasi akademik, Aliza memilih jalur lain. Ia memutuskan untuk memperbanyak amalan. Selain belajar, ia berusaha menerapkan akhlak mulia dan sikap malebbi (keanggunan) yang diajarkan di sekolah. Ia selalu bersikap hormat dan santun, tidak hanya kepada guru, tetapi juga kepada pegawai kampus seperti cleaning service, ibu dapur, dan petugas keamanan.
“Saya tak berniat menjadikan akhlak mulia sebagai jalan menuju kelulusan. Tapi jika saya tidak unggul dalam akademik, maka saya ingin unggul dalam ibadah, akhlak, dan kecerdasan sosial,” ujarnya.
Tak hanya itu, Aliza juga menempuh jalur langit: memperbanyak doa dalam shalatnya, meminta doa orang tua, dan menemui banyak guru secara personal untuk meminta doa mereka.
Aliza juga tak lupa untuk mengapresiasi guru dan sekolah yang telah memberikan bekal terbaik untuk dirinya dan teman-temannya dalam menghadapi ujian SNBP.
—
Harapan dan Wejangan Aliza
Ditanya tentang harapan-harapannya kepada adik kelas, utamanya anak kelas X dan XI, ia memberikan beberapa wejangan.
“Saya berharap adik-adik menemukan potensi dan cita-cita sedini mungkin. Lalu kejar impian itu dengan giat belajar,” pesannya bersemangat.
“Selain itu, selalulah ikut lomba, karena piagam dan sertifikat lomba ikut menentukan kelulusan di SNBP dan membantu mendapatkan beasiswa dari universitas,” pungkasnya.
—
Penutup
Perjalanan Aliza Muthmainnah mengajarkan kita bahwa keberhasilan bukan semata soal kecerdasan akademik, tapi juga tentang ketangguhan hati, keluhuran akhlak, dan keyakinan yang tak pernah padam.
Dari luka menjadi pelajaran, Aliza membuktikan bahwa siapa pun yang bersungguh-sungguh, berakhlak mulia, dan menjemput takdirnya lewat doa dan usaha, InsyaAllah akan menemukan jalan terbaik menuju mimpinya.
Kini giliranmu. Temukan potensimu, percayai prosesmu, dan langkahkan kaki dengan penuh adab dan harapan.
Karena seperti Aliza, setiap langkah kecilmu hari ini bisa menjadi pintu gerbang menuju masa depan yang kamu impikan.
Ditulis oleh Mudzakkir Abidin